Palembang, hainews.id – Puisi “Kecublang” karya Toton Dai Permana, penyair dan sutradara di Sumsel, melesat dan menggema di antara riuh redamnya pengunjung OPI Mall Jaka Baring Palembang, Senin (24/10/2022).
Acara yang dibesut Forum Teater Sekolah (FORTAS) Sumsel dan Manajemen Sriwijaya Foodies Fest 2022 ini, diikuti puluhan komunitas teater sekolah di Sumsel, yang selama 4 bulan terakhir (2022) dibina FORTAS Sumsel. Sebagian diantaranya dari Kabupaten Ogan Ilir, Banyuasin, Musi Banyuasin dan Kota Prabumulih.
Hampir setiap menit, sejumlah pengunjung dan penjaga stand kuliner pada Sriwijaya Foodies Fest 2022 di lapangan Parkir OPI Mall ini, merespon petikan puisi yang dibaca para peserta yang tampil di panggung.
Pada puisi “Sepucuk Surat Buat Emak” terutama bait ke-2, 5, 7 dan 9, selalu mendapat sahutan riuh. Bait puisi yang diawali dengan memanggil : Emak! spontan direspon pengunjung, seperti lagu koor pada sebuah konser.
Bait Ketiga :Emak, kota adalah gadis desa bergincu/ memaparkan keindahan semu semata/ gedung menggapai angkasa dan mobil berjuta/tak kulihat gerobak dan sapi lalu/…
Bait kelima : …Emak, aku merasa asing di sini/menggenggam harapan tak menentu/diantara keramahan orang-orang kota/ yang enggan menyapa sebagai basa-basi belaka
“Emak!” ujar pembaca puisi diatas panggung.
“Apo, Nak!” suara gemuruh penonton, pengunjung dan sebagian penjaga stan kuliner di acara itu, seolah menjawab panggilan puisi yang terangkum dalam buku puisi “Kecublang” terbitan Tavern Artwork Palembang.
Bahkan, di tengah peserta membaca puisi ini, seorang ibu-ibu berjilbab kuning, mendekati dan bersandar panggung, seakan dia ingin menyapa anak sekolah yang sedang membaca puisi “Sepucuk Surat Buat Emak” untuk kemudian memeluknya.
“Ngapo, Nak?” ujarnya sembari melihat keatas panggung.
Namun belum usai anak sekolah itu membaca puisi, ibu-ibu itu buru-buru meninggalkan panggung, karena stan yang ditunggunya kali itu ada yang hendak membeli makanan yang dijaul di lokasi itu.
Menurut Litbang Fortas Sumsel, Puisi “Sepucuk Surat Buat Emak” lebih banyak dipilih para peserta dari pada 3 puisi lain yang disiapkan panitia, selain “Kecublang” sebagai puisi wajib bai setiap peserta.
Paling tidak dalam analisis Fortas Sumsel, ada 60% persen dari peserta memilih puisi “Sepucuk Surat Buat Emak” dari pada puisi lainnya, seperti; Dia anak pinggiran Musi, Surat dari Desa dan Indonesiaku.
Minat peserta terhadap puisi ini, menurut Ketua Forum Teater Sekolah (FORTAS) Sumsel, Yosep Suterisno, SE, menandakan sebuah kesadaran betapa pentingnya seorang ibu dalam keluarga, untuk menciptakan dan mengawal proses perkembangan mental anak didik yang berkarakter dan berintegritas moral.
Tentu saja, menurut Yosep, ibu atau emak dalam puisi ini, bukan saja ibu di rumah kita, tetapi juga ibu kita di setiap sudut desa dan kota, terutama ibu dalam diri kita yaitu; hati nurani kita.
“Itulah hakikat emak atau ibu kita yang seharusnya tidak boleh dilukai, tidka boleh dinodai sampai kapanpun,” tambah pria kelahiran Muaraenim 12 Januari 1968 ini, dalam obrolan kecil di Kedai Bakso Gendut, usai lomba, Senin (24/10/2022).
Selain itu, alumnus Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) tahun 1989 ini menjelaskan, pada puisi “Sepucuk Surat Buat Emak” tergambar jelas bagaimana seorang kegelisahan anak yang mengabarkan pada emaknya, tentang bagaimana kondisi sebagian anak bangsa ini yang mentalnya sudah bergeser, dan bertentangan dengan tradisi ketimuran.
Kedua, menurut aktor jebolan Teater Leksi Palembang ini, puisi ini juga mewakili batiniyah, terutama bagi peserta yang kali itu secara tidak langsung sedang memperlihatkan kerinduannya pada emaknya.
“Kita semua rindu emak, juga peserta yang mungkin sudah ditinggal emaknya, atau yang perantau sudah lama tidak bertemu dengan emaknya di kampung. Entah emak kita secara fisik di rumah, atau emak secara simbolik, emak kita, yaitu ibu pertiwi yang secara esensi juga emak kita semua, bernama Indonesia,” tegas Yosep, yang kali itu juga didaulat sebagai dewan juri.
Sementara puisi lain, menurut suami dari Endang Kusniar ini, meski memiliki konten lokal, seperti “Dia Anak Pinggir Musi” tidak banyak diminati, karena sangat mungkin sebagian peserta yang ikut pada lomba ini, secara historis genetik tidak lahir dari komunitas sungai.
Sehingga puisi yang berbasis air sungai ini, tidak secara langsung menyentuh rasa yang selama ini dijalani peserta dalam kesehariannya.
Yosep menyebutkan, acara ini sengaja dirangkai dengan silaturahmi antar teater sekolah se-Sumsel, untuk mengapreasiasi Sriwijaya Foodies Fest 2022, yang telah mengangkat potensi kuoiner di Sumsel.
“Ini ruang bagi anak-anak muda untuk lebih kenal dengan sajian masakan khas Sumsel, sehingga mereka kelak ketika dewasa tidak kehilagan identitas diri sebagai anak Sriwijaya,” tegasnya.
Sebelumnya, pada pertemuan pra kegiatan, Siska Windiyarti, S.Pd, Pimpinan Sriwijaya Foodoes Fest 2022 menyambut baik atas kegiatan yang dikerjasamakan ini. Meski tidak secara resmi sebagai ajang lomba baca puisi pada umumnya, namun harapan Siska, kali itu terwujud dengan antusiasnya peserta dan para dean guru, pembina seni yang hadir pada acara itu.
Ditanya tentang pengumuman dan pembagian hadiah bagi para pemenang lomba, melalui WA-nya, Siska menyebutkan, hal itu akan digelar beriring dengan penutupan Sriwijaya Foodies Fest 2022 pada Minggu, 30 Oktober 2022 pukul 16.00 WIB.
Kali itu, hadir sebagai dewan juri, Yosep Suterisno, SE, Erwin Janim dan Yuussudarson, (pelaku teater di Palembang). Setelah dirumuskan tadi malam, dewan juri sudah melaporkan hasil rapatnya kepada Manajeman Siwijaya Foodies Fest 2002 dan Fortas Sumsel. (ril)