Jurnalis Wajib Menguji Informasi, Antisipasi Berita Bohong Jelang Pemilu Lewat Training Mis-Disinformasi

Berita, Palembang268 Dilihat

Palembang, Hainews.id – Informasi sesat bisa muncul dari mana saja, tak terkecuali dari mulut pejabat. Hal inilah yang harus menjadi perhatian bagi jurnalis sebelum memproses informasi itu menjadi berita yang kemudian diakses oleh masyarakat.

Oleh sebab itu, sebagai bagian dari pilar demokrasi dan kontrol sosial, jurnalis harus juga membekali diri dengan berbagai kemampuan dan pengetahuan agar mampu menelaah setiap informasi yang diterima, sebelum diberitakan.

Sebab, derasnya arus informasi saat ini, membuka kesempatan bagi informasi itu untuk mengaburkan isi dan substansi dari masalah atau fakta yang sebenarnya.

“Dalam kode etik kita kenal dengan istilah menguji informasi. Sehingga apa yang kita sampaikan itu bisa dipertanggungjawabkan,” kata Fajar Wiko, Ketua AJI Palembang, Sabtu (2/12).

Potensi berkembangnya informasi sesat atau hoaks ini menurut Wiko akan semakin meningkat jelang pemilu. Oleh sebab itulah, AJI Palembang menggelar training Mis-Disinformasi Pemilu untuk para jurnalis dan wartawan di kota Palembang

Kegiatan yang digelar di Fave Hotel pada 2-3 Desember 2023 ini, sambung Wiko akan menjadi bekal kemampuan dan pengetahuan jurnalis dan wartawan terkait dengan peliputan pemilu dan memitigasi informasi sesat yang muncul.

“Kegiatan ini terselenggara atas dukungan dari AJI Indonesia dan Google News Initiative yang kami gelar dengan melibatkan seluruh elemen pers, seperti organisasi pers, organisasi media, bahkan akademisi agar bisa bermanfaat,”ujarnya.

Sehingga, melalui pelatihan ini pula tercipta karya jurnalistik yang berkualitas, untuk menjaga dan mengawal proses demokrasi yang akan berlangsung di tahun 2024 mendatang.

Di sisi lain, dalam konteks pemilu ini terdapat sejumlah aktor yang berpotensi melakukan manipulasi informasi yakni Parpol, Kelompok yang ingin menebar kebencian, Pemerintah Asing, Pemerintah domestik, Aktor komersial, termasuk Sosial Media.

Berbagai modelnya pun sudah banyak diketahui, mulai dari narasi berbentuk tulisan, foto editan, foto dengan caption yang palsu atau tidak sesuai, juga video editan.

“Pejabat pemimpin wilayah, satuan kerja perangkat daerah, politisi juga harus teredukasi. Agar tidak ikut termakan atau bahkan malah menyebarkan informasi yang belum valid kebenarannya,” timpal Zainuddin Muda, pemateri yang juga Dosen pada Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gajah Mada.

Selain Zainuddin, hadir pula Nurika Manan sebagai pemateri. Keduan sudah lama dan sering berkolaborasi mengisi pelatihan serupa di berbagai wilayah di Indonesia.

“Informasi akan penting sebagai dasar bagi masyarakat untuk memilih. Ketika informasi yang kita dapat keliru, maka keputusan yang akan kita ambil juga keliru,” tegas Nurika. (**)