Korsel, hainews.id – Untuk mendukung perusahaan kecil dan menengah serta startup di industri konten tahun ini, Korea Selatan memberikan dana anggaran. Anggaran yang diberikan oleh Pemerintahan Korea Selatan tersebut sebesar 790 miliar won atau sekitar Rp9,7 triliun.
Pemerintah Korsel sebagai upaya untuk meningkatkan ekspor konten budaya Korea. Bahkan rencana tersebut telah dimasukkan dalam laporan Menteri Kebudayaan Park Bo-gyoon kepada Presiden Yoon Suk Yeol.
“Termasuk dana K-content senilai 410 miliar won (sekitar Rp 492 miliar), untuk diinvestasikan dalam konten budaya Korea,” menurut laporan Yonhap, Kamis (5/1/2023).
Perlu diketahui juga, 790 miliar won tersebut merupakan pembiayaan terbesar yang pernah dilakukan pemerintah untuk bisnis tersebut. Tahun lalu, Kementerian Kebudayaan hanya menghabiskan 526,8 miliar won (sekitar Rp6,4 triliun).
Selain perusahaan kecil dan menengah, Kementerian juga akan membantu para pemula dan bisnis ventura di industri. Hal itu untuk mewujudkan ide mereka sejak tahap awal perencanaan dan pengembangannya.
“Pemerintah juga akan membelanjakan 56,4 miliar won (sekitar Rp693 miliar) tahun ini untuk program pembinaan 10.000 profesional,” lapor Yonhap.
Jumlah tersebut tentu dengan kapasitas membuat konten menggunakan teknologi baru dalam tiga tahun ke depan. Adapun pilar utama lain dari rencana kerja 2023 termasuk menghubungkan popularitas budaya pop Korea yang meningkat di luar negeri.
Salah satunya dengan menghidupkan kembali pariwisata ke negara tersebut. Untuk itu, pemerintah akan mencanangkan tahun 2023 sebagai “Tahun Kunjungan Korea” dan mengadakan roadshow pariwisata Korea.
“Ini dilakukan untuk mempromosikan negara tersebut di 15 kota besar di seluruh dunia,” lapornya kembali.
Industri konten sendiri telah menjadi pemimpin ekspor Korea Selatan dalam beberapa tahun terakhir. Yaitu di tengah ledakan global produk budaya populer Korea seperti film, drama TV, dan musik, yang dikenal sebagai hallyu.
Pada 2021, ekspor konten budaya Korsel mencapai rekor tertinggi sepanjang masa yakni sebesar 12,4 miliar dolar AS (sekitar Rp 193 triliun). Angka tersebut jauh lebih banyak daripada ekspor peralatan rumah tangga, baterai sekunder, kendaraan listrik, dan panel layar.