Secangkir Kopi Tanpa Gula di Meja Seorang Kepala Sekolah

OPINI54 Dilihat
Oleh: M Yasin​

Menyeruput kopi di pagi hari tentu nikmat sekali. Kopi banyak disukai orang baik pria maupun wanita, tua maupun muda, kaum berpunya maupun rakyat jelata. Dari berbagai sumber penulis mendapatkan informasi penting akan manfaat kopi, diantaranya adalah menjaga kesehatan otak dan meningkatkan kecerdasan, menurunkan resiko terkena diabetes, menjaga Kesehatan liver, menjaga Kesehatan jantung, mengurangi resiko penyakit parkinson,dan mengurangi resiko penyakit kanker. Pastinya, meminum kopi dapat menghilangkan rasa kantuk dan menambah energi. Tetapi di balik itu, apabila kopi diminum secara berlebihan dapat meningkatkan asam lambung, jantung berdebar lebih kuat,, gangguan kehamilan dan insomnia.

Suatu pagi ketika memasuki sebuah ruangan, penulis melihat terhidang secangkir kopi di atas meja seorang kepala sekolah dengan uap tipis mengepul di atasnya. Sontak penulis teringat dengan sebuah kisah filosofi kopi dan gula. Saya yakin para pembaca sudah banyak yang tahu dengan kisah ini tapi walaupun demikian saya akan menuliskan kembali kasus yang terjadi dalam kisah kopi dan gula ini
Kasus yang pertama, Ketika secangkir kopi terasa pahit maka yang disalahkan adalah gula. Gulanya terlalu sedikit atau mungkin tidak diberi gula sama sekali.
Kasus yang kedua, Ketika secangkir kopi terlalu manis maka yang disalahkan adalah gula. Gulanya terlalu banyak.

Kasus yang ketiga, Ketika secangkir kopi rasanya enak karena takaran kopi dan gulanya pas, maka yang disebut orang adalah, “Kopinya nikmat sekali”. Orang tidak akan berkata, “Gulanya nikmat sekali”.

Perumpamaan kasus di atas sering dianalogikan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam dunia Pendidikan. Seorang kepala sekolah dapat diibaratkan dengan secangkir kopi. Gagasan, pemikiran dan tindakkannya adalah potret utuh tentang sebuah kesempurnaan. Setiap orang akan melihat sebuah sekolah berkualitas atau tidaknya dilihat dari pikiran dan tindakan kepala sekolahnya. Seorang kepala sekolah bukan saja harus mampu mempresentasikan dirinya sebagai pemimpin tapi lebih dari itu, Ia harus mampu memiliki karakter yang kuat dalam mewujudkan visi dan misinya.

Jabatan kepala sekolah adalah jabatan tertinggi dalam jenjang karier seorang guru. Proses pengangkatan dan penugasan guru sebagai kepala sekolah diatur dalam permendikbud nomor 13 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Pendidikan, kebudayaan, Riset dan Teknologi nomor 40 tahun 2021 Tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah yang tertera pada BAB I pasal 1 ayat 1 bahwa kepala sekolah adalah adalah guru yang diberi tugas untuk memimpin pembelajaran dan mengelola satuan pendidikan dengan berbagai persyaratan yang disebutkan pada pasal 2 ayat 1 dengan mekanisme yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dan oleh Masyarakat bagi satuan Pendidikan yang diselengarakan oleh Masyarakat.

Banyak guru yang memiliki keinginan menjadi kepala sekolah karena dengan jabatannya yang sangat strategis ia memiliki peran yang sangat vital dalam membuat kebijakan-kebijakan dalam menentukan maju mundurnya sekolah yang ia pimpin. Dalam persepsi kebanyakan orang menjadi kepala sekolah adalah sebuah anugerah karena dapat menaikkan status sosial di masyarakat, dikenal banyak orang, bertambahnya relasi, memiliki kekuasaan dan kewenangan dalam mengatur program dan mengendalikan kegiatan di sekolah, memiliki kewenangan dalam pengelolaan keuangan sekolah sehingga dalam pandangan umum menjadi kepala sekolah banyak uangnya.

Namun sebaliknya menjadi kepala sekolah juga dapat membuat diri berada pada posisi yang tidak nyaman misalnya Ketika berhadapan pada konflik interen sekolah, seperti seperti konflik antara guru, masalah dengan siswa dan orang tua siswa, tekanan dari atasan dan lintas intitusi. Konflik eksteren dengan LSM dan lain-lain. Menjadi kepala sekolah juga bisa menjadi malapetaka bila terjebak dalam persepsi yang keliru dan tindakkan yang salah dalam pengelolaan keuangan. Kesalahan dalam pengelolaan keuangan ini bisa menyeret seorang kepala sekolah ke ranah hukum dan berakhir dengan keputusan hukum. Penjara.

Dalam kaitanya dengan analogi secangkir kopi, seorang kepala sekolah harus menjadi seorang “Barista” yang professional yang mampu menyajikan hidangan kopi yang nikmat dan memenuhi selera peminum kopi. Ada yang suka minum kopi tanpa gula, ada yang ditambah susu dan ada yang ditambah krimer, ada yang ditambah gula dengan takaran tertentu. Gula dalam hal ini dipersepsikan sebagai buah pemikiran dan tindakkan seorang kepala sekolah, Apabila takarannya tidak tepat maka kepala sekolahlah yang akan disalahkan.

Oleh sebab itu kepada para kepala sekolah untuk menjadi kepala sekolah yang professional, kreatif dan inovatif. Bekerja sesuai dengan peran, tugas pokok dan fungsi kepala sekolah sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku. Salam Kopi Tanpa Gula.

Penulis adalah pemerhati Pendidikan, sosial dan seni budaya